Doa dan dzikir khusus hari Raya Iedhul Adha
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhstF-_ClHM3u9H6lHiLmNv0fEZnMz8Ou4l03xTcN8y8gpT4c_HH2mz2XQ5Q38bpRKb3sYxZTL0_rW-Jii-Y-I5S8EbYuwKUsOS-xu15ilf1O9DSZUru10_wSrXKma7AOthv9wKKilJIQ7A/s72-c/ML0042.JPG
a. Takbir
Sebagaimana sudah kita ketahui menurut pendapat yang paling rajih (kuat) yaitu pendapat jumhur ulama bahwa takbiran (Iedhul Fithri) dimulai ketika keluarnya imam untuk sholat sampai permulaan khutbah. Dan khusus pada Iedhul Adha dimulai dari waktu subuh hari Arafah sampai Ashar pada hari-hari Tasyriq, yaitu hari ke 11, 12, 13 Dzulhijjah. (Lihat Salafy Edisi III, Syawwal/1416/1996 rubrik Dzikir-Dzikir yang disyariatkan pada Iedul Fithri atau Iedhul Adha)
Kemudian perlu pula diketahui bahwa takbiran pada hari Tasyriq tersebut dilakukan pada setiap waktu dan setiap keadaan. Imam Bukhari (dalam kita Iedain dari Shahih Bukhari 2/461) mengatakan : “Umar radhiallahu ‘anhu pernah bertakbir di dalam khutbahnya di Mina. Kemudian takbir tersebut didengar oleh orang-orang yang berada di masjid. Maka merekapun bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang di pasar, sehingga Mina dipenuhi oleh gema takbir. Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut setiap selesai melakukan sholat ketika di atas ranjang tempat tidurnya, di dalam rumah, di majelis dan ketika berjalan. Maimunah radhiyallahu ‘anha selalu bertakbir pada hari-hari Nahr (Iedhul Adha), sedangkan para wanita bertakbir di belakang Abban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam tasyriq bersama laki-laki di masjid. (Berkata Al-Muhaddits Syaikh Al Albani : "Dalam hadits ini ada dalil disyari'atkannya melakukan takbir dengan suara jahr (keras) di jalanan ketika menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini hingga hampir-hampir sunnah ini sekedar menjadi berita. Termasuk yang baik untuk disebutkan dalam kesempatan ini adalah bahwa mengeraskan takbir disini tidak disyari'atkan berkumpul atas satu suara (menyuarakan takbir secara serempak dengan dipimpin seseorang -pent) sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang.. Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan . Hendaknya kita hati-hati dari perbuatan tersebut, dan hendaklah kita selalu meletakkan di hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam").
Al Hafidz Ibnu Hajar mengomentari (riwayat-riwayat di atas) mengatakan : Atsar-atsar ini menunjukkan adanya tkbir pada hari-hari tersebut ketika selesai melakukan sholat Ied dan juga dalam keadaan-keadaan yang lain. Para Ulama berselisih pendapat tentang saat-saat dilakukannya takbir, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa takbiran itu hanya dilakukan ketika sholat saja. Ada pula yang mengkhususkan pada shalat-sahalat yang diwajibkan saja tanpa sholat-sholat nafilah (sholat sunnah), dilaksanakan oleh laki-laki tanpa wanita, dengan berjama’ah tidak perorangan, orang-orang yang mukim tanpa orang yang musafir, orang-orang yang tinggal di kota saja tanpa orang-orang yang tinggal di desa. Dan dzahir pendapat Bukhari mencakup seluruh keadaan-keadaaan itu dan terbukti atsar-atsar yang telah beliau sebutkan mendukung pendapatnya tersebut. (Lihat Fiqhus Shunnah jilid 1 hal 305 oleh Sayyid Sabiq dan syaikh Al Albani tidak mengkritik pendapat yang beliau bawakan di atas dalam kitabnya Tamamul Minnah fi ta’liq ala Fiqhus sunnah). Adapun mengenai lafadz takbiran pada Iedhul Adha telah disebut pada edisi yang lalu.
Kutipan Salafy Edisi III, Syawwal/1416/1996 rubrik Dzikir-Dzikir yang disyariatkan pada Iedul Fithri atau Iedhul Adha, penulis Al Ustadz Abdul Mu’thi sbb :
كَبِّرُوْا... اَلله أَكْبَرُ، اَلله أَكْبَرُ، اَلله أَكْبَرُ، كَبِيْرًا... {رواه عبد الرق بسند الصحيح}
“Bertakbirlah kamu : Allahu Akbar (Allah Maha Besar), Allahu Akbar, Allahu Akbar, Kabiira.” (Shohih, HR Imam Abdur Razzaq dari Salman Radiyallahu ‘anhu, lihat Subulus Salam 2/147)
اَلله أَكْبَرُ، اَلله أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اَلله أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ { رواه ابن أبي شيبة و اسند الصحيح}
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallahu wallahu akbaru, Allahu akbar walillahil hamdu.”
Artinya : Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang benar selain Allah, Allahu Maha Besar, Allah Maha Besar dan untuk Allah-lah segala pujian. (HR Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas’ud 2/168, Shohih, Al Albani dalam Tamamul Minnah cet. Darur Rayyah hal 356).
b. Do’a Menyembelih
Menyembelih kurban adalah amalan yang sering dilakukan kaum muslimin di Iedhul Adha. Dan disunnahkan bagi orang yang menyembelih untuk melakukannya di mushalla (Tanah lapang yang digunakan untuk sholat Ied, red) sebagaimana yang disebutkan di dalam sebuah hadits shahih (yang artinya) : “Dari Nafi’ dari Ibnu Ubar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, bahwasanya beliau melakukan dzabh dan nahr (dzabh adalah menyembelih sapi dan kambing dan nahr adalah menyembelih unta , lihat Al Ushulus Tsalatsah Hasyiyah Syaikh Abdurahman bin Muhammad an Najdi Al Hanbali hal 42) di musholla (HR Bukhari, an Nasa’i,Ibnu Majah dan Abu Dawud).
Imam Asy Syaukani mengatakan : hikmah dilakukannya penyembelihan di mushalla (lapangan tempat sholat Ied, red) adalah supaya orang-orang fakir dapat melihatnya sehingga mereka dapat mengambil daging sembelihan tersebut. (Lihat Nailul Authar karya Imam Asy Syaukani, jilid 5 hal 122).
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam telah mengucapkan beberapa doa ketika menyembelih, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat yang shahih diantaranya hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam telah memerintahkan (untuk didatangkan kepadanya) seekor kibas (domba) yang hitam, menderum (dengan perut) yang hitam dan melihat (dengan bulu sekitar matanya) yang hitam. Maka didatangkanlah kibas tersebut agar beliau menyembelihnya. Lalu beliau berkata kepada Aisyah : “Ya Aisyah, bawalah kemari sebuah pisau.” Maka Aisyahpun melakukannya. Kemudian Rasulullah mengambil pisau tersebut dan mengambil kibas serta menggulingkannya lalu beliau sembelih dengan mengucapkan :
باِسْمِ اللهِ ، اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ وَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ.
“Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.”
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud). Berarti beliau telah berkurban dengannya.
Dalam riwayat lain disebutkan (yang artinya) : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam berkurban dengan dua kibas yang berwarna putih campur hitam dan bertanduk, kemudian Anas mengatakan : “Aku melihatnya menyembelih keduanya dengan tangannya, dan aku melihat beliau meletakkan kakinya di atas kedua pipi (kibas) sambil mengucapkan basmalah (Bismillah, red) dan bertakbir (Allahu akbar,red). ” (HR Muslim).
Dalam suatu riwayat dari Anas yang semisal dengan riwayat diatas, akan tetapi pada akhirnya disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam mengucapkan :
بِاسْمِ اللهِ ، وَ اللهُ أَكْبَرُ { رواه مسلم}
“Bismillah, wallahu akbar”.
Artinya : Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar. (HR Muslim, Shahih Muslim 3/1557).
Dalam riwayat Baihaqi dengan memakai tambahan :
اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَ لَكَ { رواه البيهق}
"Allahumma minka wa laka”.
Artinya : “Ya Allah, darimu dan untukmu.” (HR Baihaqi 9/278). (Lihat Hisnul Muslim, Sa’id bin Ali Al Qathani hal 141).
Wallahu a’lam bish showab.
(Dikutip dari majalah Salafy Edisi V/Dzulhijjah/1416/1996 halaman 65 – 66, rubrik Do’a dan Dzikir, judul asli “Do’a dan Dzikir Iedhul Adha”, tulisan Abu Muhammad).
Posting Komentar